AIR SUSU DIBALAS AIR TUBA
Gelas yang Retak
“ Aku tidak berdaya, Aku tidak ada makna di tempat ini, An..”Suatu
sore dia ucapkan kalimat itu lagi. Kalimat yang selalu diulang jika dirinya
menghadapi kekalutan dalam pekerjaan. Seolah penegasan bahwa dirinya tak
dianggap dalam perusahaan ini.
Yah, namaku Ana. Aku bekerja sebagai sekretaris perusahaan
ternama di kota ini. Aku dengan segala keluguan selalu menjadi tempat curhat
saat segala urusan dia buntu. Mas Dona, itu namanya. Seorang eksekutif muda
berbakat yang tidak mendapatkan porsi kewenangan sebagaimana mestinya. Dia
menduduki jabatan sebagai salah satu supervisor, tetapi pekerjaan dan tanggung
jawabnya sering kali diserobot oleh rekan supervisor yang lain. Selalu saja mas
Dona tidak berani mengungkapkan kekesalannya secara asertif kepada Bos, lelaki
itu memilih mencariku untuk mengungkapkan kegundahannya. Lama kelamaan aku
menikmati segala macam ceritanya. Selalu ada yang kurang bila satu hari tak
mendengar keluhnya, Mas Dona.
“An, hanya kamu yang bisa menyelesaikan persoalanku ini.
Hanya kamu yang memahamiku, An. Aku tidak punya siapa-siapa lagi selain dirimu“
Kembali mas Dona mengajakku menikmati kopi di kafetaria perusahaan dan
mencurahkan kekesalannya. Setiap kalimatnya membuatku merasa melayang.
Kalimat-kalimat menggantung yang selalu menguntai harapan, tetapi tak pernah sekalipun aku berani menegaskan.
“Mas, kenapa tidak disampaikan ke Bapak dan katakan kalau mas
tidak leluasa bekerja. Sampaikan saja kalau Mas Wahyu mengambil porsi pekerjaan
mas.” Lagi-lagi Mas Dona hanya menatap nanar. Sesungging senyum tipis dan mata
sayunya disuguhkan di depanku. Wajah yang selalu membuatku berbunga-bunga dan
merindu.
“Aku tidak bisa, An. Kamu kan yang dekat dengan Bos. Bantu
aku, An. Toh kalau mas sukses, itu kesuksesan kita to?” Kalimat sederhana yang menelusup penuh makna di hatiku. Wajah melas di sela-sela tarikan nafas dia
semakin meyakinkan hatiku. Tak tega juga aku mendengar keluhan dia, entahlah
karena apa. Apa karena sayang sebagai sahabat atau memang ada benih cinta di
hatiku? Entahlah, yang aku tahu aku selalu terpesona dengan segala tutur kata
lelaki tegap di hadapanku. Terbersit niat di hati, besok jika Bapak kembali
dari luar negeri aku akan bicara padanya tentang dirinya. Aku harus melakukan
sesuatu untuk masku. Yah, sudah saatnya.
***
“Masuk, An. Kenapa juga kamu bengong di depan pintu?” Manis
Bapak memanggilku. Bos memang selalu begitu padaku, tidak menganggap aku
sebagai sekretarisnya tetapi lebih seperti kepada anak kandung. Hal itu
dikarenakan Bapak tidak memiliki anak satupun di usianya menjelang lima puluh
tahun.
“Tumben kamu diam, An? Pekerjaan ada kendala selama saya
tidak ada?”. Dengan cepat aku menggeleng dan segera mengambil posisi duduk di
depan Bapak. Ragu aku memulai pembicaraan dengan Bapak, tetapi kondisi Mas Dona
Bapak harus tahu.
“Pak, terkait pekerjaan semuanya lancar-lancar saja. Semua pegawai
bekerja dengan optimal meskipun Bapak tidak di tempat selama beberapa hari. Tapi
pak, ada hal lain yang ini saya sampaikan ke Bapak.” Bapak langsung
mengernyitkan keningnya dan menatap serius kepadaku. Dengan terbata-bata aku
menjelaskan kepada Bapak bahwa selama ini Mas Dona tidak mendapat porsi
pekerjaan yang seharusnya. Proyek-proyek pun banyak diserobot oleh Mas wahyu,
dengan alasan yang dibuat Mas Wahyu ke Bapak bahwa Mas Dona tidak tertarik pada
tugas kantor yang terlalu padat dan lebih menyukai rutinitas di dalam kantor. Kuceritakan
dari A sampai Z konflik tersembunyi antara Mas Dona dengan Mas Wahyu yang
berdampak pada kinerja perusahaan.
Bapak marah besar, langsung digelar rapat dadakan yang
melibatkan seluruh jajaran di perusahaan. Bapak bertanya di forum langsung ke
Mas Wahyu dan Mas Dona. Akhirnya memang Mas Wahyu mengaku bahwa dia mengambil
porsi pekerjaan Mas Dona karena banyak kesempatan yang bisa didapatkan di
divisi Mas Dona. Atas kesalahan yang diperbuat, Mas Wahyu diturunkan jabatannya
sementara mas Dona dinaikkan segala hak dan diberikan proyek besar di perusahaan.
Kulihat wajah Mas Wahyu memerah marah, tetapi aku tak peduli. Sesungging senyum
yang terlempar dari Mas Dona untukku sudah cukup membuat diri ini mabuk kepayang.
***
Aku melangkah lunglai ke arah kafetaria. Pekerjaan sungguh
padat hari ini. Sudah menjelang pukul lima sore, suasana mulai sepi karena
sebagian karyawan sudah pulang. Sayup sayup kudengar suara Mas Dona di
kafetaria sedang berbicara dengan seseorang di ujung telepon. Kupelankan
langkahku dan kudengar sepenggal percakapan dia.
“Sayang, mas mu sudah dapat proyek besar. Kita jadi nikah
bulan depan, manis.. “ Jlep, aku terasa lemas. Manis? Nikah?
“Si Ana bisa kuperdaya untuk merayu Bos, sayang. Memang bodoh
anak itu.” Aku tergugu dan terduduk saat itu.
“Bruk!!” aku jatuh terduduk ke lantai. Spontan Mas Dona kaget
dan menyadari kehadiranku.
“Ana, ka kamu...” Terbatas mas Dona berucap dan berusaha
meraihku. Aku tepis tangannya. Sekuat tenaga aku berusaha bangkit dan berlari
sambil menangis meninggalkan lelaki yang telah meremuk redamkan hatiku, mengiris-iris jantungku, memanfaatkanku. Mas Dona, kamu kejam!!
***
TAMAT
#oche2210
#belajarMenulis
#DariHambaYangBelajarCinta
Ceritanya mak jleb banget
BalasHapusBikin baper kak ros πππ
Jadi pengen ngejambak2 muka tuh mas dona.
Hahahaha berasa aku yg jadi ana....
Keren kak ros cerita mu mampu menarik ku kedalam kisahnya π
Makasiy mb via.. Memang tidak enak kalau dimanfaatkan. Hiks
HapusLaki laki yang menyebalkan....π
BalasHapus